Sosialisasi SPIP Oleh Inspektorat Utama Sekjen dan BK DPR RI
25-07-2017 /
INSPEKTORAT UTAMA
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di lingkungan Setjen dan Badan Keahlian DPR RI sejatinya baru dilakukan sejak setahun terakhir, namun pencapaian penilaian maturitas yang diberikan Tim BPKP sudah mencapai level 2.
“PP No. 60 Tahun 2008 memberi amanat setiap instansi dan lembaga pemerintah untuk melaksanakan SPIP. Sekjen dan BK DPR sebagai lembaga non pemerintah juga dituntut untuk mampu melaksanakan hal tersebut. Dan sejak setahun terakhir Sekjen dan BK DPR RI menerapkan SPIP telah mampu meraih penilaian maturitas level dua dari Tim BPKP( Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),”ujar Sekjen DPR RI dalam sambutan yang dibacakan oleh Inspektur II DPR, Ign Bambang Rudyanto di ruang KK II, Senayan Jakarta, Selasa (25/7).
Apa yang telah diraih Sekjen dan BKD DPR RI dalam penerapan SPIP tersebut merupakan hal yang positif. Meski demikian, perlu dilakukan sosialisasi kembali Program SPIP oleh Satuan tugas (Satgas) SPIP Sekjen dan BK DPR RI. Serta menyampaikan rencana aksi SPIP di lingkungan Setjen dan BK DPR RI.
Ia berharap sosialisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sebagai salah satu upaya bersama untuk mencapai penilaian maturitas SPIP pada level tiga terdefinisi. Dimana pemerintah menganjurkan setiap instansi/ lembaga untuk bisa mencapai level tiga pada tahun 2019.
“Namun sebenarnya, bukan hanya sekedar pencapaian penilaian tersebut, namun lebih kepada mencerminkan upaya kita bersama dalam menyelenggarakan kegiatan, mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai kepada pertanggung jawaban secara tertib dan terkendali, efektif, efisien dan akuntable melaporkkan pengelolaan keuangan Negara secara handal, mengamankan asset Negara dan mendorong ketaatan peraturan perundang-undangan,”ungkap Rudy, begitu Ign Bambabng Rudyanto.
Dalam sosialisasi tersebut hadir Mangaradja S Hutagaol dan Dyah Sulistyowati dari BPKP sebagai pembicara atau narasumber yang memberikan banyak penjelasan terkait pelaksanaan SPIP.
Mangaradja menjelaskan sebelum SPIP telah ada Sisdamen (system pengendalian menejemen) dengan delapan unsur di dalalmnya. Sisdamen hanya bertumpu pada hard control yakni berupa dokumen atau laporan tertulis. Sayangnya Sisdamen dinilai kurang memberikan konstribusi besar, dan belum bisa meminimalisir KKN.
Sementara SPIP memiliki lima unsur yakni, pertama lingkungan pengendalian, pemilihan resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. SPIP tidak hanya bertumpu pada hard control dan soft control. Soft control berupa integritas atau komitmen yang dibuktikan dengan adanya pakta integritas yang ditandatanganinya. Disinilah hati nurani berbicara. Sehingga diharapkan apapun kegiatannya SPIP landasannya.
Sedangkan Dyah Sulistyowati memaparkan tentang siklus penyelenggaraan SPIP yang didalamnya menjelaskan model pertahanan tiga lapis. Pertahanan lapis pertama adalah komponen atau fungsi atau unit bisnis yang meliputi lingkungan pengendalian yang kondusif, konsistensi pelaksanaan kebijakan dan prosedur manajemen resiko, dan pengendalian internal yang efektif.
Pertahanan lapis kedua, manajemen resiko dan kepatuhan meliputi, pengembangan dan pemantauan manajemen resiko perusahaan secara keseluruhan, pengawasan agar fungsi bisnis melaksanakan kebijakan dan standar prosedur manajemen resiko dan kepatuhan. Serta memantau dan melaporkan resiko-resiko perusahaan secara keseluruhan.
Serta pertahanan lapis ketiga yakni audit baik itu internal dan eksternal, di dalamnya meliputi evaluasi rancang bangun dan implementasi manajemen resiko secara keseluruhan dan memastikan bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang diharapkan. (Ayu,mp), foto: jayadi/hr.